Selamat
malam untuk para insan yang masih menyimpan luka dan sesekali meratapi
penyeselan hidup. Mari memeluk lagi sedihnya, mengolesiya dengan obat tawa yang
terasa hambar ditelinga dan hati. Bukan malah kembali menutup mata dan
melupakan pempelajaran paling berharga tentang hidup.
Untuk
sebagian insan mungkin tak menjadi pemberat hidupnya sekarang, dia bawa ringan
mudah dipikul. Menjadi kuat berubah menjadi keharusan saat sudah berada pada fase
dimana kebanyakan orang sebutnya dewasa. Menutup semua masalah, karena pikir semua
orang punya masalah nya masing-masing ‘untuk
apa saya masih meracaukan mereka’ pikirnya begitu atau menahannya seerat
mungkin karena baginya masalah nya adalah tanggung jawab terbesar nya untuk ia
selesaikan sendiri. Semua itu akan berbuntu pada rasa sepi yang menjalar, seperti
perlahan semakin usia bertambah teman-teman yang semasa remaja diyakini banyak perlahan
menghilang dari kehidupan dan akhirnya cuman diri sendiri yang menjadi tumpuan,
terpaksa menjadi kuat. Seperti kehilangan, ada masa ketika harus menggulir
kontak di gawai hanya untuk sekedar mencari teman berbagi. Ternyata yang
didapati Nihil. Teman, kawan atau sobat karib miliki hidupnya sendiri, dan
rasanya tidak benar jika direcoki dengan masalah hidup lain. Padahal pada masa
itu, rasa sepi benar-benar menjalar hebat sampai rasanya menjadi sebuah
ketakutan. Takut ternyata tidak ada yang peduli atau takut dengan segala
kenyataan kalau ternyata belum cukup kuat untuk mengatasi masalah hidup yang
sebenarnya cukup ringan atau tertampar kenyataan lain bahwa sebenarnya memang
benar benar sendiri. Dilain kisah, tertolak untuk berbagi cerita ternyata agak
sakit. Rasanya seperti sedang mengemis perhatian padahal hanya ingin berbagi
sedikit waktu jika berkenan mendengar tetapi kembali lagi, pemaksaan tidak baik
atau ternyata sebenarnya memang haus dengan perhatian dan memaksa kembali rasa sayang
yang pernah didapat dari individu tersebut. Sungguh, jangan pernah mengemis
karena itu! Ini sebuah peringatan.
Ya,
seperti terus berjalan sambil berbagi kata dengan yang ditemui dan sejauh
apapun jarak yang sudah ditempuh, yang didapati diujung jalan hanyalah diri
sendiri. Jadi rasa-rasanya untuk percaya dan meyakini diri sendiri dan sebelum
bertemu kelak diujung jalan nanti, memperkuat diri untuk bisa memeluk diri
sendiri itu perlu. Karena bagaimanapun orang berkata bahwa manusia adalah
makhluk sosial, tapi kalau ternyata sosial adalah kata lain dari saling dibutuhkan
harus bagaimana. Walau hanya sekedar nongkrong biasa, disana ada proses yang
didasari dengan maksud dan tujuan tertentu disadari atau tidak misalnya maksud
dan tujuannya adalah untuk main dan berbagi cerita. Bukan begitu? Proses timbal
balik selalu ada.
Sepertinya
tulisan ini, makin meracau dari tema awal kata mulai tercurah. Sejadinya, hanya
ingin memberi arahan atau peringatan dini bahwa sepi atau sendiri mempunyai beberapa
efek samping tertentu misalnya ketakutan terhadap hilangnya kepedulian, rasa
sosial yang perlahan memudar atau kurangnya percaya terhadap sesama manusia
lainnya. Jadi, sekecil sesepele apapun masalah dari kawan atau kerabat, temani.
Jika tidak mampu memberi solusi, waktu untuk menemani atau hanya sekedar
mendengar saja sudah cukup menjadi dukungan luar biasa. Karena kapasitas
seseorang mampu mengatasi masalahnya tidak pernah ada yang tahu, selain
Tuhannya.
Shally
070622