Ada
begitu banyak cerita yang ku jaring dari banyaknya manusia yang ku temui. Banyak
pula pembelajaran yang ku simpulkan darinya. Hanya saja ada beberapa yang
rasanya belum mampu aku manfaatkan. Dikata orang terlalu bodoh, memang aku mengakui
dengan segenap jiwa dan ragaku aku bodoh pada satu cerita atau ternyata
beberapa cerita.
Ku
lihat pada layar persegi di hadapku, tidak mendambakan yang orang lain punya
hanya mempertanyakan kembali standar hidup yang aku tetapkan. Apakah sudah
benar dan tepat dengan kapasitas diri?? Atau melenceng jauh dari pengharapan?? Rasanya
cemburu pada kebahagian lain yang tampak pada indra mataku, tapi yang ku
lakukan hanya berdiam. Bagaimana bisa berubah, jika yang ku lakukan hanya
mengandalkan ‘ya sudahlah’ atau mencari pelampias untuk menyalahkan segala yang
terjadi pada diri ini adalah ulah nya, seperti mencari samsak untuk aku tinju
sampai hancur.
Melihat
angka pada berapa lama sudah aku hidup, sungguh aku benar-benar berada pada
angka yang matang. Usia yang seharusnya mampu membuka diri lebih lagi pada
tantangan, dan mengambil penyelesaian dengan segala pertimbangan yang bijak. Usia
yang seharusnya bisa dinikmati dengan segala yang dipunya. Usia yang cukup
untuk menentukan dengan bijak dan terarah kemana hidup akan dibawa. Aku bercermin
dan tak menemui itu semua. Aku hanya melihat seorang anak perempuan usia dewasa
yang masih senang menari sendiri, membaca cerita fiksi romantic & komik,
atau bermain dengan puzzle untuk anak usia 5 tahun. Hanya seorang perempuan
yang sedang berusaha menjadi lebih kuat lagi dan lebih percaya pada dirinya
sendiri. Hanya seorang wanita dewasa yang sedang mencari jawaban dari hidupnya.
Padahal
yang aku sendiri liat pada manusia lain seusia ku, begitu banyak pencapaian. Menikmati
hidup dengan mengekplor lebih banyak lagi warna dan membuat lagi cerita atau
dengan segala keromantisan yang tercipta dari keluarga kecil mereka. Rasanya hangat
tapi diwaktu yang bersamaan sedikit menyengat. Mereka tidak membuat api
padahal,tidak pula bukan tawon yang menyengat saat aku berangkat kerja diatas
motor ku sampai aku menangis karena terlalu perih. Tetapi begitu yang sepertinya,
aku pun tak yakin, dengan yang aku rasakan. Hangat tentu, tapi aku kembali
bertanya kapan? Dan ku jawab sendiri ‘nanti ada waktunya’ sambil tersenyum
dengan segenap hati.
Atau
saat mereka membagikan moment ekplorasi nya di lain tempat, sambil nikmati
suasana disana, bersama kawan berbagi cerita, sungguh apa yang salah dengan
diriku. Padahal yang putuskan untuk berdiam adalah aku sendiri.
Atau
saat beberapa dari mereka yang mampu menaikan saldo atm lebih lagi, menikmati
jerih dari keringatnya, membeli barang-barang yang sudah lama ada di wishlist,
sungguh lagi-lagi aku mempertanyakan bagaimana bisa aku tidak bersyukur dengan
segala yang aku terima dari Tuhan ku yang Maha dari segala yang Maha, Allah
SWT. Padahal aku lah yang putuskan untuk diam dalam zona itu dan karena itu
pula aku juga mampu membagikan senang ku pada orang-orang yang aku kasih dan
sayangi.
Sudahilah
menatap terus cermin, yang ku temui hanya ketidak sempurnaan dan keburukan saja
yang nantinya membuat kebencian pada diriku kembali ke permukaan. Aku hanya
ingin lebih percaya pada diri sendiri, meyakinkan diri sendiri bahwa aku mampu
dan akan ada waktu dimana yang kau harapkan terwujud dengan sebaik-baiknya
keadaan. Membandingkan diri boleh, tapi jangan jadikan tolak ukur. Jadikan sebagai
motivasi untuk terus improvisasi diri lebih baik lagi. Mencemburui jangan
karena hanya memunculkan sikap iri dengki, dan lupa dengan segala nikmat yang
diterima. Bersyukur dan nikmati setiap prosesnya. Karena pada akhirnya, yang
kau temui di ujung jalan hanyalah dirimu sendiri.
Shally
220522