Selasa, 07 Juni 2022

Yang Ditemui Saat Sendiri

Selamat malam untuk para insan yang masih menyimpan luka dan sesekali meratapi penyeselan hidup. Mari memeluk lagi sedihnya, mengolesiya dengan obat tawa yang terasa hambar ditelinga dan hati. Bukan malah kembali menutup mata dan melupakan pempelajaran paling berharga tentang hidup.

Untuk sebagian insan mungkin tak menjadi pemberat hidupnya sekarang, dia bawa ringan mudah dipikul. Menjadi kuat berubah menjadi keharusan saat sudah berada pada fase dimana kebanyakan orang sebutnya dewasa. Menutup semua masalah, karena pikir semua orang punya masalah nya masing-masing ‘untuk apa saya masih meracaukan mereka’ pikirnya begitu atau menahannya seerat mungkin karena baginya masalah nya adalah tanggung jawab terbesar nya untuk ia selesaikan sendiri. Semua itu akan berbuntu pada rasa sepi yang menjalar, seperti perlahan semakin usia bertambah teman-teman yang semasa remaja diyakini banyak perlahan menghilang dari kehidupan dan akhirnya cuman diri sendiri yang menjadi tumpuan, terpaksa menjadi kuat. Seperti kehilangan, ada masa ketika harus menggulir kontak di gawai hanya untuk sekedar mencari teman berbagi. Ternyata yang didapati Nihil. Teman, kawan atau sobat karib miliki hidupnya sendiri, dan rasanya tidak benar jika direcoki dengan masalah hidup lain. Padahal pada masa itu, rasa sepi benar-benar menjalar hebat sampai rasanya menjadi sebuah ketakutan. Takut ternyata tidak ada yang peduli atau takut dengan segala kenyataan kalau ternyata belum cukup kuat untuk mengatasi masalah hidup yang sebenarnya cukup ringan atau tertampar kenyataan lain bahwa sebenarnya memang benar benar sendiri. Dilain kisah, tertolak untuk berbagi cerita ternyata agak sakit. Rasanya seperti sedang mengemis perhatian padahal hanya ingin berbagi sedikit waktu jika berkenan mendengar tetapi kembali lagi, pemaksaan tidak baik atau ternyata sebenarnya memang haus dengan perhatian dan memaksa kembali rasa sayang yang pernah didapat dari individu tersebut. Sungguh, jangan pernah mengemis karena itu! Ini sebuah peringatan.

Ya, seperti terus berjalan sambil berbagi kata dengan yang ditemui dan sejauh apapun jarak yang sudah ditempuh, yang didapati diujung jalan hanyalah diri sendiri. Jadi rasa-rasanya untuk percaya dan meyakini diri sendiri dan sebelum bertemu kelak diujung jalan nanti, memperkuat diri untuk bisa memeluk diri sendiri itu perlu. Karena bagaimanapun orang berkata bahwa manusia adalah makhluk sosial, tapi kalau ternyata sosial adalah kata lain dari saling dibutuhkan harus bagaimana. Walau hanya sekedar nongkrong biasa, disana ada proses yang didasari dengan maksud dan tujuan tertentu disadari atau tidak misalnya maksud dan tujuannya adalah untuk main dan berbagi cerita. Bukan begitu? Proses timbal balik selalu ada.

Sepertinya tulisan ini, makin meracau dari tema awal kata mulai tercurah. Sejadinya, hanya ingin memberi arahan atau peringatan dini bahwa sepi atau sendiri mempunyai beberapa efek samping tertentu misalnya ketakutan terhadap hilangnya kepedulian, rasa sosial yang perlahan memudar atau kurangnya percaya terhadap sesama manusia lainnya. Jadi, sekecil sesepele apapun masalah dari kawan atau kerabat, temani. Jika tidak mampu memberi solusi, waktu untuk menemani atau hanya sekedar mendengar saja sudah cukup menjadi dukungan luar biasa. Karena kapasitas seseorang mampu mengatasi masalahnya tidak pernah ada yang tahu, selain Tuhannya.


Shally

070622


Minggu, 22 Mei 2022

Cemburu


Ada begitu banyak cerita yang ku jaring dari banyaknya manusia yang ku temui. Banyak pula pembelajaran yang ku simpulkan darinya. Hanya saja ada beberapa yang rasanya belum mampu aku manfaatkan. Dikata orang terlalu bodoh, memang aku mengakui dengan segenap jiwa dan ragaku aku bodoh pada satu cerita atau ternyata beberapa cerita.

Ku lihat pada layar persegi di hadapku, tidak mendambakan yang orang lain punya hanya mempertanyakan kembali standar hidup yang aku tetapkan. Apakah sudah benar dan tepat dengan kapasitas diri?? Atau melenceng jauh dari pengharapan?? Rasanya cemburu pada kebahagian lain yang tampak pada indra mataku, tapi yang ku lakukan hanya berdiam. Bagaimana bisa berubah, jika yang ku lakukan hanya mengandalkan ‘ya sudahlah’ atau mencari pelampias untuk menyalahkan segala yang terjadi pada diri ini adalah ulah nya, seperti mencari samsak untuk aku tinju sampai hancur.

Melihat angka pada berapa lama sudah aku hidup, sungguh aku benar-benar berada pada angka yang matang. Usia yang seharusnya mampu membuka diri lebih lagi pada tantangan, dan mengambil penyelesaian dengan segala pertimbangan yang bijak. Usia yang seharusnya bisa dinikmati dengan segala yang dipunya. Usia yang cukup untuk menentukan dengan bijak dan terarah kemana hidup akan dibawa. Aku bercermin dan tak menemui itu semua. Aku hanya melihat seorang anak perempuan usia dewasa yang masih senang menari sendiri, membaca cerita fiksi romantic & komik, atau bermain dengan puzzle untuk anak usia 5 tahun. Hanya seorang perempuan yang sedang berusaha menjadi lebih kuat lagi dan lebih percaya pada dirinya sendiri. Hanya seorang wanita dewasa yang sedang mencari jawaban dari hidupnya.

Padahal yang aku sendiri liat pada manusia lain seusia ku, begitu banyak pencapaian. Menikmati hidup dengan mengekplor lebih banyak lagi warna dan membuat lagi cerita atau dengan segala keromantisan yang tercipta dari keluarga kecil mereka. Rasanya hangat tapi diwaktu yang bersamaan sedikit menyengat. Mereka tidak membuat api padahal,tidak pula bukan tawon yang menyengat saat aku berangkat kerja diatas motor ku sampai aku menangis karena terlalu perih. Tetapi begitu yang sepertinya, aku pun tak yakin, dengan yang aku rasakan. Hangat tentu, tapi aku kembali bertanya kapan? Dan ku jawab sendiri ‘nanti ada waktunya’ sambil tersenyum dengan segenap hati.

Atau saat mereka membagikan moment ekplorasi nya di lain tempat, sambil nikmati suasana disana, bersama kawan berbagi cerita, sungguh apa yang salah dengan diriku. Padahal yang putuskan untuk berdiam adalah aku sendiri.

Atau saat beberapa dari mereka yang mampu menaikan saldo atm lebih lagi, menikmati jerih dari keringatnya, membeli barang-barang yang sudah lama ada di wishlist, sungguh lagi-lagi aku mempertanyakan bagaimana bisa aku tidak bersyukur dengan segala yang aku terima dari Tuhan ku yang Maha dari segala yang Maha, Allah SWT. Padahal aku lah yang putuskan untuk diam dalam zona itu dan karena itu pula aku juga mampu membagikan senang ku pada orang-orang yang aku kasih dan sayangi.

Sudahilah menatap terus cermin, yang ku temui hanya ketidak sempurnaan dan keburukan saja yang nantinya membuat kebencian pada diriku kembali ke permukaan. Aku hanya ingin lebih percaya pada diri sendiri, meyakinkan diri sendiri bahwa aku mampu dan akan ada waktu dimana yang kau harapkan terwujud dengan sebaik-baiknya keadaan. Membandingkan diri boleh, tapi jangan jadikan tolak ukur. Jadikan sebagai motivasi untuk terus improvisasi diri lebih baik lagi. Mencemburui jangan karena hanya memunculkan sikap iri dengki, dan lupa dengan segala nikmat yang diterima. Bersyukur dan nikmati setiap prosesnya. Karena pada akhirnya, yang kau temui di ujung jalan hanyalah dirimu sendiri.

 

Shally

220522

 

Kamis, 19 Mei 2022

Eunoia ( a pure and well-balanced mind, a good spirit “beautiful thinking” )

 

Malam sudah tiba, dan siang sudah larut dengannya. Aku pulang pada bangun yang ku sebut rumah. Masuk dalam ruang persegi dan mulai merebahkan diri. Lalu, tanpa aba-aba aku mulai bertanya-tanya perihal adanya ini dan itu, sebab dan penyebab dan hal lainnya. Dimulai dari perasaan yang berkecamuk lalu tiba saja dibuka forum untuk berpikir. Kendali ku tidak penuh tapi ada.

Kenapa seperti ini? Kenapa harus begini? Lalu, kenapa selalu begini?

Tanyakan perihal hidup yang tidak sesuai harapan, jauh dari kata angan yang indah. Tiba-tiba saja ketakutan datang menjawab dan keburukan ikut masuk merespon. Mati menjadi jawaban yang tiba-tiba muncul.

Sungguh rasanya seperti aku sedang saling tikam menikam dengan diri ku sendiri. Aku benci sisi dari diriku yang itu. Menangis bak dunia benar-benar jahat, padahal memang jahat atau memang aku yang terlalu lemah saja. Bukan mendrama kan segala sesuatu hanya saja ternyata aku belum mau mengakui bahwa ternyata aku tidak sekuat dan sehebat yang aku standarkan atau memang hanya ternyata standar yang ku buat terlalu tinggi karena tak semua manusia sama dengan standar yang sama.

Aku benci ketika pikiran-pikiran sudah mulai melancarkan aksinya. Menebar tebar kan bibit buruk, mencoba menyadarkan diri bahwa hidup itu sulit, hidup itu tidak indah, maka sudahilah.

Aku juga benci ketika setiap logika yang aku coba pecahkan selalu dihadapkan pada sisi negatifitasnya. Apakah hanya keburukan saja yang bisa dibayangkan? Apakah hanya keburukan yang bisa menjadi jawaban nya? Dan apakah hanya ada keburukan sebagai pertimbangan?

Kalau sudah begitu, ya sudah. Tak ada lagi energy untuk sekedar menaruh harap tinggi, semakin menutup diri dengan kemungkinan-kemungkinan yang mungkin ternyata akan terjadi pada diri dan merubah kea rah yang lebih baik. Itu mungkin saja atau kehilangan minat pada apapun termasuk hidup. Lagi lagi mati menjadi jawaban.

Seolah selama hidup, bahagia tidak pernah terwujud padahal cobalah pandang hidup ku tidak seburuk itu hanya pikiran dan hati mu saja yang menghantui. Menyalahkan siapapun tak ada, jadi menyalahi diri dan membenci.

Malam semakin larut, maka pikiran semakin aktif berpendapat. Kini tangis sudah ditambahi dan hati semakin berkecamuk. Rasanya dari pada begini, kenapa tidak sekali tikam saja biar sakit nya langsung terasa hebat. Padahal masalah saja tidak ada, hidup sudah enak, lalu apa sebenarnya menjadi sebab dari setiap tangis.

Kalau begini, sudahi saja. Lagi lagi dan lagi selalu tersemat untuk menyudahi.

Sungguh indah pikiran ku ini.

Shally

190522

Selasa, 09 Juni 2020

Pada Akhirnya... Aku membenci

Pada akhirya aku kalah oleh kesendirian

Pada akhirnya tangisan yang menjadi bukti menderita nya aku hidup dalam ksesndirian

Pada akhirnya settiap isakan dan tetes demi tetes air mata yang menmani ku dalam gelapnya kesendirian

Pada akhirnya aku runtuh hanya karna sebuah lagu yang tak aku mengerti apa artinya dalam kesendirian

Pada akhirnya aku lemah tak berdaya bila menghitung waktu aku berada dalam kesendrian

Pada akhirnya aku sakit dalam kesendirian

Pada akhirnya aku gila karena kesendirian

Pada akhirnya aku mengutuk dirku yang terdiaam dalam kesendirian

Pada akhirnya aku membenci diriku yang tak bisa menhapus ksendirian

Pada akhirnya aku hanyalah seorang wanita yang menolak sedih dalam kesendrian

Aku memunafikan diriku sendiri

Itu faktanya

 

Aku membenci dirku yang memaksa diri menulis cerita cinta

Aku membenci diriku yang penuh dengan gejolak pemikiran tak berguna

Aku membenci diriku yang tak mencintai diri sendri

Aku membenci driku yang berharp menjadi yang lain

Aku membenci diriku yang penuh dengan drama

Aku membenci diriku saat terdiam penuh khayalan sial

Aku membenci diriku yang tak bisa menahan nafsu

Aku membenci diriku yang mencoba kuat

Aku membenci diriku yang terlalu malu

Aku membenci diriku yang penakut

Aku membenci diriku yang diluar control

Aku membenci diriku yang tak mengindahkan kehadiran orang lain

Aku membenci diriku yang terdiam dibalik karya orang lain

Aku membenci diriku yang tak berbicara dengan benar

Aku membenci diriku yang menangis hanya karna sendiri

Aku membenci diriku yang berpikir pendek

Aku membenci diriku yang menyalhkan orang lain

Aku membenci diriku yang munafik

Aku membenci diriku yang omong kosong

Aku membenci diriku yang tumbuh dengan ketakutan

Aku membenci diriku yang tak tahan dengan beradaptasi

Aku membenci driku yang terlalu takut memulai

Aku membenci diriku yang menjaga jarak jauh sekali dengan lelaki

Aku membenci diriku yang terlalu berpaku pada aturan

Aku membenci driku tepat saat aku beranjak ke angka 20 tahun

Dan Aku membernci diriku yang membenci diriku

Salahku??

Okay.. saat itu aku benar benar ingin pergi sejauh mungkin dan perasaan itu sudah hampir 1 tahun lebih terus menghantui. Pada dasarnya aku hanya terlalu lelah dengan hidup ku yang lupa dari kata bersyukur.

Otak ku teralu aktif dan sering kali menyakiti diri ku. Bejibun pikiran pikiran terus bersarang seolah memaksa aku untuk tidak puas dengan apa yang ku capai. Sampai aku terus tenggelam dan melupkan aku harus terus bertahan, aku harus tetap hidup. Aku terpaku lagi dan teremenung lagi. Kenapa semua ini terjadi? apa yang ingin aku capai?  Kenapa?? Dan terus kenapa? Sampai aku harus menutup mataku lagi, mengabaikan semua orang yang pada dasarnya sudah peduli padaku hanya saja aku yang terlalu egois dan serakah seolah hanya ingin dimengerti dan diperhatikan tanpa berpikir bahwa apa aku sudah mengerti mereka? apa aku sudah memperhatikan mereka? ya, kamu memang benar benar egois karna itu kamu manusia,, tapi kamu malah menganggap semua orang di sekitar mu egois lalu jika mereka yang kau anggap manusia egois, siapa aku?? Sampai aku tidak merasa dan lupa diri dari keegoisan sendiri.

Ini sudah kesekian kalinya seperti ini. sampai orang orang di sekitarku lelah terhadapku dan mengabaikan ku seakan semua nya sudah terbiasa. Dan aku sendiri disini selalu menyalahkah mereka, bahwa mereka tidak akan pernah mengerti apa yang ku rasakan, mereka tidak akan paham atas apa yang selalu aku pikirkan dan akhirnya mereka sendiri melupakan aku. Itu bodoh memang. Suaraku kini tak terdengar dan aku memilih untuk diam. Diam dan sendiri.

Sebenarnya semua terjadi karna salahku sendiri yang menutup diri, susah percaya dan rumit. Ya, SEMUANYA SALAHKU. Aku hanya manusia. aku terlalu banyak berpikir dan berperasa. Salahkah untuk menjadi diri sendiri? nyatanya susah untuk menyesuaikan keinginan dari banyak orang di sekitarmu. Aku terlalu sibuk menjadi diri lain untuk bisa mendapatkan tempat di tengah keramaian sampai aku lupa aku punya diriku yang lain, diriku yang terkubur paksa dan akhirnya memberontak.

Aku tidak bisa memilih akan menjadi apa saat aku lahir nanti. Jika memang bisa memilih, aku ingin cantik, humoris, aktif dan kuat serta berani dan percaya diri. Tidak, kita tidak bisa memilih tapi kita bisa merubahnya. Walau sulit tapi yakin lah untuk berubah menjadi yang lebih baik.

Aku hanya kesepian, dan merasa lelah. Aku hanya merasa lupa diri dan memaksakan diri atas apa yang bukan suka mu. Sebenarnya apa jalan mu?? Jangan terus menyalahkan diri dan merasa terpuruk, semakin aku menyalahkan diri aku malah akan semakin tenggelam dan hilang. Hidup yang kau jalani sekarang akan terasa berat. aku juga tidak bisa memaksa orang lain untuk mendukung mu selalu, buatlah mudah semangati diri mu sendiri dengan segala hal positif biar gelap tak lagi datang kepadaku. Teruslah bersyukur.

Tidak apa menyalahi diri sendiri, tapi bertanggung jawablah dari kesalahan itu.

Aku tidak sepengecut itu. Aku hanya kesepian dan ingin diperhatikan, tapi itu semua salah. Belajarlah untuk tidak peduli dengan hal yang tidak penting.

Dan temukan jalanmu bukan terus menyalahi diri.

 

June, 09th 2020

Shally

 

Yang Ditemui Saat Sendiri

Selamat malam untuk para insan yang masih menyimpan luka dan sesekali meratapi penyeselan hidup. Mari memeluk lagi sedihnya, mengolesiya den...